Jumat, 21 Oktober 2011

Habib Alwi Bin Ali Al Habsyi (1309 - 1373 H)


Habib Alwi bin Ali Al Habsyi ialah seorang ulama dan dai yang masyhur. Beliau merupakan anak bungsu kepada Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi pengarang maulid 'Simthud Durar' yang masyhur. Beliau juga pendiri Masjid Ar Riyadh di Kota Solo (Surakarta). Beliau dikenali sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun serta ramah tamah terhadap sesiapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tetamu daripada berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian.

Betapa sedihnya Habib Alwi bin Ali Al Habsyi. Pemuda berusia 22 tahun itu ditinggal mati ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi, Sohibul Simtud Duror, pada tahun 1331 H/1913 M. Kota Sewun, Hadramaut, Yaman, itu terasa asing bagi ayah satu anak ini, Habib Alwi adalah anak bungsu, paling disayang Habib Ali. Begitu juga, Habib Alwi pun begitu menyayangi ayahnya, sehingga dirinya bagaikan layangan yang putus benangnya. Hababah Khodijah, kakak sulungnya, yang terpaut 20 tahun, merasakan kesedihan adiknya yang telah diasuhnya sejak kecil.

Daripada hidup resah dan gelisah, oleh putri Habib Ali Al Habsyi, Habib Alwi disarankan untuk berwisata hati ke Jawa, menemui kakaknya yang lain, Habib Ahmad bin Ali Al Habsyi di Betawi. Habib Alwi pergi ke Jawa ditemani Salmin Douman, antri senior Habib Ali Al Habsyi, sekaligus sebagai pengawal. Beliau meninggalkan istri yang masih mengandung di Sewun, yang tak lama kemudian melahirkan, dan anaknya diberi nama Ahmad bin Alwi Al Habsyi. Kabar kedatangan Habib Alwi telah menyebar di Jawa, karena itulah banyak murid ayahnya(Habib Ali Al Habsyi) di Jawa menyambutnya, dan menanti kedatangannya di kota masing-masing.

Pertama kali Habib Alwi tinggal di Betawi beberapa saat. Kemudian beliau ke Garut, Jawa Barat, dan menikah lagi. Dari wanita ini lahir Habib Anis dan dua adik perempuannya. Lalu, beliau pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Disana beliau menikah lagi, dianugerahi banyak anak, dan yang sekarang masih hidup adalah Habib Abdullah dan Fathimah. Selanjutnya beliau pindah lagi ke Jatiwangi, Jawa Barat, dan menikah lagi dengan wanita setempat. Dari perkawinan itu, beliau memilki enam anak, tiga lelaki dan tiga perempuan. Di antaranya adalah Habib Ali bin Alwi Al Habsyi serta Habib Fadhil bin Alwi yang meninggal pada akhir Agustus 2006.

Pada akhirnya, Habib Alwi pindah ke Solo, Jawa Tengah. Pertama kali, Habib Alwi sekeluarga tinggal di Kampung Gading, di tempat seorang raden dari Kasunan Surakarta. Kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari Habib Muhammad Al Aydrus(kakek Habib Musthafa bin Abdullah Al Aydrus, Pemimpim Majlis Dzikir Ratib Syamsisy Syumus), seorang juragan tenun dari kota Solo, di Kampung Gurawan. Wakaf itu dengan ketentuan didirikannya masjid, rumah, dan halaman di antara masjid dan rumah tersebut. Masjid tersebut didirikan pada tahun 1354 H/1934 M. Habib Ja'far Syaikhan Assegaf mencatat tahun selesainya pembangunan Masjid Riyadh itu dengan sebuah ayat 14 surah Shaf(61) di dalam Al Qur'an, yang huruf-hurufnya berjumlah 1354. Ayat tersebut, menurut Habib Ja'far yang meninggal di Pasuruan 1374 H/1954 M ini, sebagai pertanda bahwa Habib Alwi akan terkenal dan menjadi khalifah pengganti ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi. Sementara rumah di Gurawan No.6 itu lebih dahulu berdiri dan halaman yang ada kini disambung dengan masjid dan rumah menjadi ruang Zawiyah(pesantren) dan sering digunakan untuk kegiatan haul, Maulid, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Struktur ruang Zawiyah ini seperti Raudhah, taman surga di dunia, yaitu ruang antara kamar Nabi SAW dan masjid Nabawi. Sekarang bangunan bertambah dengan bangunan empat lantai yang menghdap ke Jln. Kapten Mulyadi 228, yang oleh sementara kalangan disebut Gedung Al Habsyi.

Tentang rumah Habib Alwi di Solo, Syekh Umar bin Ahmad Baraja', seorang guru di Gresik, pernah berujar, rumahnya di Solo seakan Ka'bah, yang dikinjungi banyak orang dari berbagai daerah. Ucapan ulama ini benar. Sekarang, setiap hari rumah dan masjidnya dikinjungi para Habib dan muhibbin dari berbagai kota untuk tabarukan atau mengaji. Habib Alwi telah memantapkan kemaqamannya di Solo. Masjid Riyadh dan Zawiyahnya semakin ramai dikunjungi orang. Beliau tidak saja mengajar dan menyelenggarakan kegiatan keagamaan sebagaimana dulu ayahnya di Sewun, Hadramaut. Namun beliau juga memberikan terapi jiwa kepada orang-orang yang hatinya mendapat penyakit.

Ketika di Surabaya, bertempat di rumah Salim bin Ubaid, diceritakan Habib Alwi didatangi seseorang dari keluarga Chaneman, yang mengeluhkan keadaan penyakit ayahnya dan minta doa' dari Habib Alwi. Beliau mendoa'kan dan menganjurkannya untuk memakai cincin yang terbuat dari tanduk kanan kerbau yang berkulit merah.

"Insya Allah. Penyakitmu akan sembuh."

Katanya waktu itu. Tahun 1952, Habib Alwi melawat ke kota-kota di Jawa Timur. Kunjungannya disertai Sayyid Muhammad bin Abdullah Al Aydrus, Habib Abdul Qadir bin Umar Mulchela(ayah Habib Husein Mulachela), Syekh Hadi bin Muhammad Makarim, Ahmad bin Abdul Qadir dan Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf(ayah Habib Taufiq Assegaf, Pasuruan ), yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yang diterjemahkan oleh Habib Novel bin Muhammad Al Aydrus berjudul "Menjemput Amanah."

Perjalanan rombongan Habib Alwi ke Jawa Timur itu berangkat tahun 1952. tujuan utama perjalanan tersebut adalah mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf(1285-1376 H/1865-1956 M) di Gresik. Namun beliau juga bertemu Habib Husein bin Muhammad Al Haddad(1303-1376 H/1883-1956 M) di Jombang, Habib Ja'far bin Syaikhan(1289-1374 H/1878-1954 M) di Pasuruan dan ulama lainnya.

Setahun setelah kepergiannya ke Jawa Timur, pada tahun 1953 Habib Alwi pergi ke kota Palembang untuk menghadiri pernikahan kerabatnya. Namun, di kota itu, beliau menderita sakit beberapa saat. Seperti tahu bahwa saat kematiannya semakin dekat, beliau memanggil Habib Anis, anak lelaki tertua yang berada di Solo. Dalam pertemuan itu beliau menyerahkan jubahnya dan berwasiat untuk meneruskan kepemimpinannya di Masjid dan Zawiyah Riyadh di Solo. Habib Anis, yang kala itu berusia 23 tahun, dan baru berputra satu orang, yaitu Habib Husain, harus mengikuti amanah ayahnya.

"Sebetulnya waktu itu Habib Anis belum siap untuk menggantikan peran ayahnya. Tetapi karena menjunjung amanah, wasiat itu diterimanya. Jadi dia adalah anak muda yang berpakaian tua."

Tutur Habib Ali Al Habsyi, adik Habib Anis dari lain ibu.

Akhirnya Habib Alwi meninggal pada bulan Rabi'ul awal 1373 H/27 November 1953. Pihak keluarga membuka tas-tas yang dibawa oleh Habib Alwi ketika berangkat ke Palembang. Ternyata satu koper ketika dibuka berisi peralatan merawat mayat, seperti kain mori, wangi-wangian, abun dan lainnya. Agaknya Habib Alwi telah diberi tanda oleh Allah SWT bahwa akhir hidupnya sudah semakin dekat. Namun ada masalah dengan soal pemakaman, Habib Alwi berwasiat supaya dimakamkan di sebelah selatan Masjid Riyadh Solo. Sedang waktu itu tidak ada penerbangan komersil dari Palembang ke Solo. Karena itulah, pihak keluarga menghubungi AURI untuk memberikan fasilitas penerbangan pesawat buat membawa jenazah Habib Alwi ke Solo. Ternyata banyak murid Habib Alwi yang bertugas di Angkatan Udara, sehingga beliau mendapatkan fasilitas angkutan udara. Karena itu jenazah disholatkan di tiga tempat, yaitu Palembang, Jakarta dan Solo. Ada peristiwa unik yang mungkin baru pertama kali di Indonesia, bahkan di Dunia. Para kerabat dan Kru pesawat terbang AURI membacakan Tahlil di udara. Masalah lain timbul lagi. Pada tahun itu, sulit mendapatkan izin memakamkan seseorang di lahan pribadi, seperti halaman Masjid Riyadh. Namun berkat kegigihan Yuslam Badres, yang kala itu menjadi anggota DPRD kota Solo, izin pun bisa didapat, khusus dari gubernur Jawa tengah, sehingga jenazah Habib Alwi dikubur di selatan Masjid Riyadh.

Makamnya sekarang banyak di ziarahi para Habib dan Mihibbin yang datang dari berbagai kota. Beliau dikenang serbagai ulama yang penuh teladan, tangannya tidak lepas dari tasbih, juga dikenal sangat menghormati tamu yang datang kepadanya. Habib Alwi pin tidak pernah disusahkan oleh harta benda. Meski tidak kaya, ketika mengadakan acara haul atau Maulidan, ada saja uang yang didapatnya. Allah SWT telah mencukupi rezekinya dari tempat yang tidak terduga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FacebookZ